Ingatlah satu persatu murid di kelas Anda. Bagaimanakah karakteristik setiap anak di
kelas Anda? Tahukah Anda apa kekuatan mereka? Bagaimana gaya belajar mereka? Apa
minat mereka? Siapakah yang memiliki keterampilan menghitung paling baik di kelas
Anda? Siapakah yang sebaliknya? Siapakah yang paling menyukai kegiatan kelompok?
Siapakah yang justru selalu menghindar saat bekerja kelompok? Siapakah yang level
membacanya paling tinggi? Siapakah murid yang masih perlu dibantu untuk
meningkatkan keterampilan memahami bacaan mereka? Siapakah yang paling senang
menulis dan siapakah yang senang berbicara?
Setiap harinya, tanpa disadari, guru dihadapkan pada keberagaman yang banyak sekali
bentuknya, sehingga seringkali mereka harus melakukan banyak pekerjaan atau
membuat keputusan dalam satu waktu. Misalnya, saat mengajar di kelas, seorang guru
mungkin harus membantu satu muridnya yang kesulitan, namun di saat yang sama harus
mengatur cara bagaimana agar saat ia membantu murid tersebut, kelasnya tetap dapat
berlangsung dengan kondusif. Dalam kesehariannya, guru akan senantiasa melakukan
hal ini, sehingga kemampuan untuk multitasking ini secara natural sebenarnya dimiliki
oleh guru. Kemampuan ini banyak yang tidak disadari oleh para guru, karena begitu
alaminya hal ini terjadi di kelas dan betapa terbiasanya guru menghadapi tantangan ini.
Semua usaha tersebut tentunya dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk memastikan
setiap murid di kelasnya sukses dalam proses pembelajarannya.
Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses
pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Menurut
Tomlinson (1999:14) dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran
berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon
kebutuhan belajar murid.
Melakukan pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar
dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa
guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja
dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus
mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang.
Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran
berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang
gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di
mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu
yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang
bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan
memecahkan semua permasalahan. Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran
berdiferensiasi?
Sekarang, mari kita bayangkan ilustrasi kelas berikut ini.
Ibu Renjana adalah guru kelas 3 SD dengan jumlah murid sebanyak 32 orang.
Saat ini ia sedang mengajarkan materi tentang perkalian. Saat diberikan tugas
menyelesaikan soal-soal perkalian, di antara 32 murid di kelasnya tersebut, Bu
Renjana melihat ada 3 murid yang selesai lebih dahulu. Karena dia tidak ingin
ketiga anak ini tidak ada pekerjaan dan malah mengganggu murid lainnya,
akhirnya ia memberikan lembar kerja tambahan untuk 3 anak tersebut. Jadi jika
anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk 3 anak tersebut, Bu
Renjana memberikan 25 soal perkalian
Apakah strategi yang dilakukan oleh Ibu Renjana tepat? Jika
ya, mengapa? Jika tidak, mengapa?
Profil Belajar Murid
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal
(common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan
murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan
secara jelas. Bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan
pembelajaran, namun juga murid-muridnya.
2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar
muridnya. Bagaimana guru akan menyesuaikan rencana pembelajaran
untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia
perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan
penugasan serta penilaian yang berbeda.
3. Bagaimana guru menciptakan lingkungan belajar yang
“mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai
tujuan belajar yang tinggi. Bagaimana guru memastikan setiap murid di
kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang
proses belajar mereka.
4. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur,
rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas, namun juga
struktur yang jelas, sehingga walaupun murid melakukan kegiatan yang
mungkin berbeda-beda, namun kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru menggunakan informasi yang
didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk
dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya,
murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang
ditetapkan, dan kemudian menyesuaikan rencana dan proses
pembelajaran.
Keputusan Ibu Renjana memberikan soal yang sama kepada ketiga murid yang selesai
lebih dahulu tidak dapat disebut sebagai pembelajaran berdiferensiasi. Pertama karena
tambahan soal diberikan dengan tujuan agar ketiga anak tersebut tidak mengganggu
temannya yang belum selesai. Kedua, ketiga murid tersebut kemungkinan membutuhkan
tingkat kompleksitas yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan belajarnya.
Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan
belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan
demikian, Ibu Renjana perlu memperhatikan kebutuhan belajar murid-muridnya dengan
lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar
murid-muridnya tersebut.
Mengetahui Kebutuhan Belajar
Murid
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed
Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat melihat kebutuhan belajar murid,
paling tidak berdasarkan 3 aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
2) Minat murid
3) Profil belajar murid
Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih
baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang
mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar/ readiness), jika tugas-tugas tersebut
memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), atau jika tugas itu
memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai
(profil belajar).
0 Komentar:
Posting Komentar